— 1 hari setelah pemakaman Rufi Rusa —
Seluruh rusa yang tinggal di lembah Rustig berkumpul. Kakek Tore, Rena, dan Tombi ada di antara mereka. Semuanya duduk terdiam.
Sebagian tidak bisa menyembunyikan ketakutan mereka. Lembah yang selama ini tidak terjamah oleh manusia tiba-tiba didatangi pemburu. Langsung merenggut nyawa salah serusa dari mereka pula.
Sebagai yang dituakan, kakek Tore berusaha tegar. Ia mencoba memecah kesunyian.
“Apa kamu sudah memeriksa gua Atallo?”, tanyanya pada Raja, rusa yang bertugas menjaga keamanan di lembah Rustig.
“Itu anehnya,” jawab Raja. “Gua itu kini tertutup oleh sebuah batu besar. Saya tidak bisa melewatinya. Juga tidak bisa memeriksa mulut gua di sisi barat.”
Kakek Tore terdiam sejenak.
“Siapapun itu yang melakukannya, pasti dia tidak ingin kejadian serupa terulang lagi,” ucapnya.
“Apakah berarti kita sudah aman?” tanya bu Ruru lirih.
“Entahlah,” jawab kakek Tore. “Tapi untuk saat ini sebaiknya kita lebih berhati-hati.”
Ia lantas menoleh pada Raja.
“Perketat patroli di sekitar gua Atallo. 24 jam.”
Raja mengangguk.
Suasana kembali hening.
“Bukankah manusia tidak tahu keberadaan gua Atallo?” tanya Rena sambil terisak. Ia masih belum bisa melepaskan kepergian Rufi begitu saja. Apalagi sahabatnya itu mengorbankan diri untuknya.
“Benar juga,” imbuh bu Ruru. “Kita sengaja pindah dari hutan Mavesatra ke lembah Rustig melalui gua tersebut karena letaknya tersembunyi. Setelah bertahun-tahun, aneh rasanya jika tiba-tiba mereka bisa mengetahuinya.”
Mendengar pertanyaan Rena dan pernyataan bu Ruru, Tombi menundukkan kepalanya.
Kakek Tore menghela napasnya. Panjang.
“Itu juga yang masih menjadi pertanyaan. Tidak mungkin kan ada salah satu di antara kita yang membocorkan letaknya?”
Kepala Tombi makin menunduk. Hampir menyentuh tanah.
“Rasanya tidak,” respon Raja. “Menurut laporan penjaga, tidak banyak warga kita yang keluar masuk gua tersebut. Hanya jika ada keperluan penting saja. Seperti dokter Tombi yang mencari bahan obat misalnya. Ya kan, dok?”
“Eh, iya,” jawab Tombi gugup.
Tombi kembali menundukkan kepalanya. Jantungnya terasa berdebar kencang tidak beraturan. Kalau sedang tidak dalam kondisi seperti sekarang, ia pasti sudah mendiagnosa dirinya sendiri terkena penyakit Aritmia.
“Yah, sudahlah,” ujar kakek Tore sembari berdiri. “Untuk saat ini biar Raja dan anak buahnya memperketat penjagaan di sekitar gua Atallo. Kita kembali melanjutkan hidup seperti biasa. Semoga saja kejadian kemarin adalah yang pertama sekaligus yang terakhir kalinya.”
Air mata Rena menggenang mendengarnya.
Satu demi satu kawanan rusa ikut berdiri. Bersiap untuk kembali ke rumah masing-masing.
Tombi perlahan mengangkat kepalanya. Dengan nada bergetar ia berkata, “Teman-teman… ada yang ingin aku bicarakan.”
Serentak semua rusa menoleh ke arah Tombi.